Industri senam bergulir dengan momentum besar di tahun 2025, terutama dengan perhelatan 2025 World Artistic Gymnastics Championships yang digelar di Jakarta, Indonesia pada 19–25 Oktober. Acara ini menandai kali pertama negara di Asia Tenggara menjadi tuan rumah kejuaraan dunia senam artistik. Dengan 77 negara peserta dan fokus pada kompetisi individu tanpa babak tim, ajang ini menjadi sorotan dunia senam global.
Namun, tidak semua berjalan mulus: salah satu isu yang muncul adalah keberatan dari atlet dan federasi soal isu visa dan akses. Misalnya, Israel Gymnastics Federation mengajukan banding melalui Court of Arbitration for Sport (CAS) atas penolakan visa atlet Israel oleh pihak Indonesia, isu yang digadang-gadang mencederai prinsip nondiskriminasi dalam olahraga. Kondisi ini menambahkan lapisan geopolitik yang tak terduga dalam kompetisi yang sejatinya fokus pada prestasi olahraga.
Di sisi performa atlet, prestasi mencolok datang dari kompetisi nasional di Amerika Serikat: Hezly Rivera berhasil merebut gelar all-around nasional pada 2025 U.S. Gymnastics Championships dengan dominasi luar biasa dalam beberapa perangkat. Keberhasilan Rivera menegaskan bahwa regenerasi dan persaingan dalam senam wanita AS terus naik, menjelang ajang dunia dan Olimpiade berikutnya.
Terakhir, dari segi regulasi dan budaya olahraga senam, terdapat perubahan menarik di Eropa: French Gymnastics Federation (FFGym) mengizinkan atlet wanita memakai celana pendek di atas leotard mulai Januari 2025 dalam semua disiplin senam sebagai langkah inklusivitas dan kenyamanan atlet. Ini mencerminkan arah baru olahraga senam yang tidak hanya fokus pada performa, tetapi juga menghargai keberagaman, kesejahteraan atlet, dan perubahan norma sosial.