Dari Tanah Pasundan Menuju Swedia: Sejarah Baru Sepak Bola Indonesia, Akademi Persib Cimahi Terukir di Gothia Cup 2025

Akademi Persib Cimahi U-13 juara Gothia Cup 2025 di Swedia, kalahkan FC Stockholm 5-1. (Sumber: dok. Gothia Cup)

Langit Eropa, Asa Akademi Persib Cimahi

Di bawah langit Eropa pada penghujung Bulan Juli, dua puluh anak mengenakan lambang biru di dada, menuliskan sejarah baru di panggung sepak bola usia dini terbesar di dunia, serta membawa harum nama merah putih di kancah internasional. Akademi Persib Cimahi Boys All Stars U-13 berpijak tegap sebagai juara Gothia Cup 2025, setelah menghempaskan perlawanan tim tuan rumah FC Stockholm Internazionale dengan skor 5-1 di partai puncak. 

Luruh air mata bahagia tidak dapat dibendung, saat peluit akhir dibunyikan, dengan lagu kemenangan yang terdengar membersamai.

Selama kompetisi berlangsung, Akademi Persib Cimahi menorehkan 47 gol dan hanya kebobolan empat kali dalam sembilan pertandingan. Dominasi atas tim-tim kuat asal negara dengan tradisi sepak bola yang terkenal bukanlah hasil instan, melainkan buah dari pendekatan pembinaan yang penuh dedikasi serta terukur jelas.

Pelatih Agi Maulana, yang memimpin skuad muda ini, menekankan rasa syukurnya:  

“Alhamdulillah, kami bersyukur bisa menjuarai Gothia Cup 2025. Terima kasih kepada para pemain, manajemen tim, dan SKF yang telah memberikan dukungan penuh,” tutur Agi.

Saat Kaki-Kaki Mungil Mengukir Sejarah Baru di Tanah Eropa

Kemenangan ini menambah catatan sejarah dalam perjalanan panjang pembangunan sepak bola Indonesia. Sejarah bukan hanya milik Bandung, bukan hanya milik Persib. Ini adalah milik kita semua. Sejarah baru sedang ditulis oleh kaki-kaki mungil asal tanah Pasundan yang tak gentar, dengan nyali dan mimpi yang jauh lebih besar dari usia mereka. 

Dalam sejarah Gothia Cup, tidak banyak klub dari Asia Tenggara yang mampu mengangkat trofi. Kini Indonesia ada dalam daftar itu. Akademi Persib Cimahi tak hanya mewakili klub dan daerah, namun mewakili mimpi kolektif sebuah bangsa yang menantikan sepak bola bermartabat.

Namun sejarah tak boleh berhenti di Swedia, tantangan yang lebih besar justru akan menanti setelah ini. Bagaimana memastikan bahwa anak-anak ini tidak tenggelam seperti nama-nama yang sudah lainnya sempat bersinar, lalu padam seiring sistem yang tak kunjung beres dibenahi.

Merawat Bara, Bukan Sekadar Membakar Sekejap

Sejarah ini wajib menjadi cerminan sekaligus cambuk, pembangunan sepak bola di akar rumput (grassroot) tidak boleh berhenti atau berpuas diri hanya pada seremoni kemenangan. Kualitasnya harus dijaga, arah pembinaanya harus konsisten serta dirawat dengan penuh keseriusan. 

Harapan terhadap nama-nama dari skuad ini patut dinanti, semoga suatu saat dapat menghiasi tim-tim profesional dan bahkan tim nasional Indonesia.

Hari ini sepak bola Indonesia usia dini dari tanah Pasundan berhasil membuktikan kualitasnya tidak kalah dari eropa, bahkan unggul. Pihak federasi kini mengemban tugas lanjutan atas sejarah yang terukir jelas, pembangunan sepak bola usia dini mesti dirawat dengan kebijakan serta peta jalan (road map) yang jelas, sehingga kelak buahnya dapat dipetik, Indonesia mampu berbicara banyak di panggung internasional.

Semoga dari lapangan kecil hingga stadion megah, bara ini terus dirawat guna menyala, bukan hanya untuk tanah Pasundan, namun untuk Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.